Tentang Kami

 

sorge-about-banner

“Dengan langkah sederhana seperti berbagi cerita, informasi dan gagasan, anda telah bergabung dalam menjaga dan membentuk kehidupan. Anda ikut ambil bagian dalam Sorge itu sendiri.”
– Sorge: Cerita Kecil Tentang Berbagi (PDF)

Saat SorgeMagz diinisiasi pada tahun 2011, harapan untuk perubahan melalui medium-medium baru seperti internet dan sosial media sedang tinggi-tingginya. Kala itu berbagai protes di dunia seperti Arab Spring dan Occupy Wall Street marak menggunakan medium tersebut untuk menggugat rakusnya sistem ekonomi yang dikuasai segelintir orang, atau menumbangkan tiran anti-demokrasi. Frustrasi seorang pedagang buah yang membakar dirinya atau kesulitan ekonomi yang dirasakan orang banyak orang dengan cepat menyebar menjadi gerakan politik masif, layaknya api yang membakar padang rumput kering.

Namun kini, bertahun-tahun setelah euforia itu, harapan meredup menjadi kemuraman dan kecurigaan. Media baru yang dianggap lebih demokratis dan dapat memotong permasalahan media konvensional ternyata menghadapi problem yang pelik pula. Maraknya berita palsu dan disinformasi membuat kepercayaan pada moda komunikasi ini menurun. Kecepatan yang menjadi kunci dari moda informasi baru ini jadi diragukan karena belum tentu membawa akurasi, atau bahkan gagasan kritis turut serta.

Belum lagi interaksi partisipatif media sosial dan internet ternyata tidak menyelesaikan permasalahan mendasar yang menjangkiti media konvensional, yaitu kuasa modal yang menyetir arah informasi. Para pemodal dan kepentingannya menanggapi perubahan media yang makin terdesentralisasi ini dengan cara yang paling mereka pahami: adaptasi dan okupasi. Jejaring media baru yang dianggap lebih imun dari pengaruh modal ternyata sejak semula ditargetkan menjadi ladang baru pengerukan modal dan informasi personal.

Di tengah pesimisme, dibutuhkan tidak hanya alternatif namun juga kesetiaan. Begitu derasnya aliran informasi tiap detik membuat gagasan perubahan dengan mudah disapu ketidakpedulian. Namun menancapkan idealisme agar tak terseret keriuhan informasi juga bukan hal mudah. Apalagi jika kita bakal selalu disesaki kebutuhan sehari-hari: dari memenuhi periuk hingga urusan cinta. Tanpa adanya pengorganisasian yang lebih matang, jelas hal itu mustahil dilakukan.

Karenanya pada tahun 2014, kami menginisiasi Koperasi Sorge sebagai organisasi induk dari SorgeMagz, Sorge Records, dan Sorge Visual. Di bawah naungan organisasi koperasi yang menyediakan pembiayaan operasional dari usaha anggota sendiri, kami mencoba memutus permasalahan kuasa modal atas media konvensional. Selain itu, keputusan tertinggi yang ditentukan dari dan oleh anggota memungkinkan demokrasi terjadi tak hanya saat pemilihan pimpinan.

Mengadopsi bentuk tersebut bukannya tanpa konsekuensi. Demokrasi mempunyai kecepatannya sendiri, begitu juga sistem ekonomi yang demokratis hampir pasti tak akan seekspansif sistem yang rakus mengumpulkan modal dan keuntungan. Karenanya, dalam jangka pendek atau jangka panjang, mungkin Sorge tidak akan pernah menjelma menjadi organisasi yang digdaya – dan toh memang bukan itu yang dicari sejak semula.

Bagi kami, derasnya arus modal dan informasi kini menyediakan peluang penting: menjadi batu yang tak hanyut sebagai tempat bagi mereka yang mencari pegangan, tempat bertautnya harapan dan gagasan. Hari ini, di tengah cekikan oligarki dan tajamnya polarisasi, kerja-kerja yang sekilas terlihat sepele dan sia-sia ini bukan hanya punya nilai, ia juga krusial untuk terus dijaga nyalanya. Tentu semua itu kami lakukan dengan kesadaran bahwa kerja penyampaian nilai dan ide saja tak cukup jika tidak dilandaskan gerakan dari orang ke orang, dari kelompok ke kelompok. Untuk itu, dengan segala medium baik itu cetak maupun online, segala bentuk penyampaian baik itu melalui musik atau visual, dan segala jenis upaya baik melalui gerakan politik maupun jalur budaya, semuanya ditujukan pada bagaimana gagasan dapat menyebar dan menjelma menjadi gelombang perubahan.

Lalu – kalau ada yang bertanya – dari mana muasal gagasan yang memercik, meriak, dan akhirnya menjadi gelombang itu? Jawabannya tentu ada di sekitar kita: Seorang ibu yang cemas akan biaya pendidikan anaknya; seorang remaja yang gamang mengenai identitas seksualnya; seorang petani yang takut dengan patok-patok negara di sekitar lahan penghidupannya; seorang beriman yang tertekan karena dituduh sesat; seorang bayi yang menghirup dalam-dalam kabut polusi kota; seekor kera yang gusar pohonnya hendak ditumbangkan; seorang bapak yang menghitung hutang tak terbendung; seorang pemberani yang tergeletak tak bernyawa.

Dan tentunya dari cerita diri anda sendiri. Selamat berpartisipasi. Dan jangan lupa: lakukanlah itu sembari bersenang-senang – Terlibatlah dengan gembira. Sampai ketemu.

Sorge Magazine – Part of Sorge Co-operative