Penunjukan Pejabat Kepala Daerah dan Dampaknya terhadap Demokrasi

Sebanyak 101 kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, dan bupati di Indonesia akan mengakhiri masa jabatan pada 2022. Sebanyak itu posisi yang perlu diisi oleh penjabat (pj) kepala daerah, tetapi hingga kini belum terbit aturan teknis terpadu supaya pengangkatan serta kinerja para pj ini transparan dan akuntabel. Meskipun begitu, namun Mendagri telah menunjuk dan mengangkat lebih dari 80 Kepala Daerah.

Penunjukan Pj oleh Mendagri ini, menurut Bivitri Susanti (Akademisi) melanggar konstitusi dan semangat reformasi, karena melanggar Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang berbunyi “kepala daerah dipilih secara demokratis”. Kurnia Ramadhana (Peneliti Indonesia Corruption Watch) mengatakan penunjukan Pj ini disinyalir sarat dengan konflik kepentingan. Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH-J) mendaftarkan gugatan terhadap Presiden RI dan Menteri Dalam Negeri RI (“Mendagri”) pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta) terkait polemik penjabat kepala daerah. Gugatan diajukan atas dasar perbuatan melawan hukum penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad) yang dilakukan Presiden RI dan Mendagri dalam melakukan serangkaian pengangkatan penjabat kepala daerah, tanpa terlebih dahulu membentuk peraturan pelaksanaan mengenai tata laksana penjabat kepala daerah yang diamanatkan Undang-Undang hingga Putusan Mahkamah Konstitusi. Jihan Fauziah (Kuasa Hukum/Pengacara Publik LBH Jakarta) mengatakan ada dua objek tuntutan yaitu

1. Perbuatan Tidak Bertindak (Omission) oleh Presiden RI dan Menteri Dalam Negeri RI untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut dari keberlakuan Pasal 201 ayat (9), (10) dan (11) Undang-Undang No. 10 Tahun 2016; dan
2. Tindakan Pemerintahan berupa melakukan serangkaian tindakan pemerintahan penerbitan surat keputusan pengangkatan penjabat kepala daerah pada 88 (Delapan Puluh Delapan) daerah kota/kabupaten dan provinsi selama kurun waktu sejak 12 Mei 2022 sampai dengan 25 November 2022 yang dilakukan tanpa terlebih dahulu menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut dari keberlakuan Pasal 201 ayat (9), (10) dan (11) Undang-Undang No. 10 Tahun 2016.

Besok Rabu, 24 Mei 2023 melalui e-court, Majelis Hakim Pengadilan TUN Jakarta akan membacakan putusan terhadap gugatan terhadap 2 objek yang dilayangkan oleh Para Penggugat atas Tindakan Pemerintahan. Apakah putusan besok akan menjadi kabar baik bagi demokrasi mendatang atau justru membenarkan sikap “ugal-ugalan” pemerintah dalam proses penunjukkan dan/atau pengangkatan Pj Kepala Daerah?